Minggu, 19 Mei 2013

Dendang # 1



“Gilang!” Gilang yang dipanggil menoleh.
“Kamu tau siapa dia?” Tanya lelaki yang memanggil Gilang
“Dia Annisa.” 
“kamu kenal dia?”
“tentu saja, sejak SMP. Dia baru datang kemarin”
“Oh ya? Darimana kau tau”
“Karena aku yang menjemputnya. Kenapa?” Gilang balik bertanya
“ Berarti dia sebenarnya asli desa ini, dan dibesarkan didesa ini?” lelaki itu menjawab pertanyaan Gilang dengan pertanyaan lagi.
“Iya, kenapa? Dia sahabatku dan aku tidak suka kalau kau berusaha mendekati Nisa”
“Memang selama ini dia kemana?”lelaki itu tak menghiraukan ucapan Gilang
“Hey Sob kau terlalu banyak bertanya.” Nada suara Gilang kini terdengar agak kesal.
Lelaki itu menyipitkan mata dan mengerutkan dahinya,matanya menatap Gilang. “ aku hanya bertanya kemana dia selama ini menghilang?” lelaki itu mengulang pertanyaannya.
“Jakarta, Dia pergi dua tahun lalu tepatnya sebulan sebelum kedatanganmu ke desa ini.“
Ada rasa penasaran yang terus mengerayangi hatinya, yang membuatnya ingin tahu lebih banyak tentang perempuan  yang bernama Annisa ini. Dia bertekad dia akan menginterogasi kekasih temannya itu saat situasi dan kondisinya memungkinkan. Mata lelaki itu tidak lepas dari sosok Annisa, yang begitu menonjol diantara kerumunan orang ada sesuatu yang menarik pada perempuan itu yang menarik hatinya. “Jangan berpikir macam-macam aku tidak suka itu.” Kini ada nada ancaman didalam suara Gilang. “Woww tenang sob, aku Cuma nanya aja.” Lelaki itu mengacungkan kedua tangannya ke atas.
“Lagipula bukan Cuma aku yang memperhatikan dia, kamu juga dari tadi memperhatikan Nisa.”
“Jangan katakan sebenarnya dulu kamu mencintai dia bukan Icha.” Pertanyaan yang dilontarkan lelaki itu ditelinga Gilang seperti sebuah pernyataan.
“Aku menyayanginya sebagai sahabatku.” Tegas Gilang seolah meyakinkan dirinya sendiri.
“Baiklah, terserah. Yang jelas Annisa menarik perhatianku.” Ujar lelaki itu cuek dan berlalu meninggalkan Gilang.
Objek yang jadi pembicaraan dua orang itu sedang gelisah, matanya berputar mencari celah agar bisa segera keluar dari kerumunan orang yang membuatnya tidak nyaman sama sekali.  Dan tanpa sengaja matanya berhenti pada sosok seorang pria berperawakan tinggi dan berambut  agak sedikit coklat. Mata Annisa sedikit menyipit, dia melihat lelaki itu sedang berbicara dengan Gilang. Obrolan mereka tampak serius, terlihat dari raut muka mereka yang sedikit serius. Ahhh paling-paling mereka sedang memmbicarakan pekerjaan atau wanita pikir Annisa.
Acara syukuran pertunangan ini terbilang cukup mewah untuk ukuran didesa ini, ada band pengiring dan hiburan lainnya. Namun tetap ada saja yang kurang, pesta standing party  ini tidak cocok untuk penduduk desa yang mayoritas masih menganut system tradisional. Hal ini bisa dilihat dari banyaknya tamu undangan yang kebanyakan orang tua kebingungan mencari tempat duduk dan akhirnya banyak yang makan sambil berjongkok. Sungguh pemandanan yang menggelikan dimatanya. Mata Annisa beralih pada band pengiring itu, mereka mulai memainkan lagu balada dari Broery Marantika(Alm), vokalis band itu memperhatikan Annisa dan saat pandangan mereka bertemu pria itu mengedipkan matanya dan Annisa pun balas mengedipkan mata, kemudian buru-buru pergi dan mengalihkan perhatian ke jajaran buffet. Annisa mengambil sebuah piring dan kemudian mengisinya dengan beberapa macam makanan ringan.
“Annisa Putri Handoyo!”
Ahhh hati Annisa langsung menciut mendengar suara yang memanggil namanya, dia membalikan badan dan menyunggingkan senyum palsu semanis-manisnya. “ Hallo, Ibu Ratna.”
“Wahhh beneran Annisa ternyata ya, lama tak bertemu.” perempuan yang bernama Ratna itu kemudian dengan sikap yang sok akrab mencium pipi Annisa.
“Iya bu, lama sekali tak bertemu.”
“Berapa lama ya? Dua tahun?”
“Tepatnya 2 tahun 2 bulan bu.”  Annisa tersenyum,
“Ohh iya ya, wahhh ternyata lama juga ya. Kamu masih diJakarta?”
“Masih,” jawab Annisa singkat. Dan sangat betah asal tempat itu bukan  Desa ini aku betah dan menyukainya
“kamu terlihat makin cantik Nisa, dan luar biasa.” Mata perempuan itu melihat Annisa dari atas sampai bawah.
“Terima kasih bu,”
Annisa hanya tersenyum, Ibu Ratna menyuapkan sepotong semangka kedalam mulutnya, dan seolah takut Annisa kabur meninggalkannya dia buru-buru bertanya kembali pada Annisa.” Dan Ibumu? Bagaimana kabarnya sekarang?”
“Alhamdulillah beliau sehat bu.” Jawab Nisa tanpa menatap perempuan itu, tangan sibuk mengambil makanan yang sudah hampir menumpuk dipiringnya, tanpa berniat memakannya. Dia tak peduli yang dia pedulikan adalah pura-pura sibuk agar bisa menghindari perempuan tua ini. Sepertinya Ibu Ratna tidak menyadari bahasa tubuh Nisa yang sudah tidak merasa nyaman dengan kehadirannya, Ia terus saja mengajukan pertanyaan.
“Apakah ibumu masih diBandung?”
“Iya,” jawaban Nisa pendek,
“Ibumu sudah jarang pulang, kau tau setelah kejadian waktu itu…, ya sangat disayangkan semuanya. Pasti ibumu sangat terpukul.”
Ingin rasanya Nisa melempar piring itu,kemudian berlari pergi seperti waktu itu, meninggalkan ruangan, orang-orang dan desa ini. Satu-satunya alasan dia bertahan disana sekarang adalah karena ini pernikahan sahabat baiknya Anna, sahabatnya baik yang selalu menemaninya dan setia mendampinginya bahkan pada masa-masa sulit hidupnya dan juga Icha yang selama ini selalu memberinya semangat.
“Oh iya apa kamu tau kalau rumahmu yang dibukit itu sudah…” sebelum Ibu Ratna menyelesaikan pertanyaannya. Icha datang sebagai pahlawan bagi Nisa.” Nissa, aduhh kamu kmana aja sih dicariin juga dari tadi, ayo waktunya foto bersama. Permisi Bu Ratna.”  Annisa meninggalkan piringnya dengan setumpuk makanan diatasnya dan juga Ibu ratna yang hanya bisa melongo menatap kepergian Annisa. “ Makasih, u’re my hero.” Kata Nisa pelan sambil menggandeng lengan sahabat nya meninggalkan ruangan yang penuh sesak berjalan menuju ruangan rias. Icha hanya tertawa. “ Aku hanya melihat bahwa cinderella hendak diculik nenek sihir dan perlu diselamatkan. Atau mungkin Ibu Ratna yang justru aku selamatkan karena aku khawatir kamu bakalan makan sate kambing itu kemudian menusuk mata Ibu Ratna dengan tusukan sate itu.” Keduanya pun tertawa. Diruang rias Anna sudah menunggu dia sedang memperbaiki tatanan rambutnya, ini adalah waktunya sesi foto bersama keluarga san sahabat dekat. Ketiga sahabat itu pun kemudian saling berpelukan, kerinduan diantara ketiganya tak tergambarkan. Anna yang sedang merapikan tampilannya dicermin, Nisa dan Icha memperhatikannya, Anna terlihat cantik dengan gaun berwarna ungu itu. “ Jadi kenapa kau pergi dulu Nisa, dan bagaimana hidupmu disana selama ini?” pertanyaan Anna membuat Nisa sedikit tersentak, namun dia kemudian bisa mengendalikan diri.
“ Dan kamu baru bertanya kenapa aku pergi dan baru kembali sekarang? Dan kehidupanku disana?” Nisa balik bertanya, suasana hening sejenak.  Nisa menarik nafas kesal punggungnya bersandar ke dinding. “Bisakah kau tidak menyalahkan atas kepergianku dan karena aku menjauh, dan dia orang tua yang yang suka ikut campur urusan orang lain. Hal yang tidak sempat dia ungkit untuk memuaskan hasrat keingintahuannya adalah masalah detail kehidupanku diJakarta.” Nada suaranya sedikit ketus masih merasa kesal dengan pertanyaan-pertanyaan Ibu Ratna.
Anna yang dari tadi masih melenggok – lenggok didepan cermin, mengeryitkan dahinya. “Memangnya kehidupanmu dijakarta menarik untuk diceritakan?” Dia melirik jail kearah Nisa, Icha hanya mesem – mesem melihat kelakuan Anna. Nisa hanya diam tatapannya sedingin es, wajahnya cemberut, tapi hak itu malah membuat Anna dan Icha tertawa. “ Sudahlah Nisa, ga usah kamu pikirin Bu Ratna, ini hanya sebuah desa kecil lagipula apa yang bisa dilakukan oleh seorang Bu Ratna selain bergosip tentang hal – hal bodoh yang ga penting.”
“Mengawasi rumput tetangga.”
“Benar, dan kamu yang memberikan mereka bahan untuk bergosip ria dengan tindakanmu beberapa tahun lalu.”
“Bukan maksudku untuk menarik perhatian dan menjadi bahan gossip murahan ga jelas seperti itu.”
“Walaupun begitu tetap saja, secara tidak langsung kamu sudah melakukannya. Apalagi tak lama setelah kejadian itu ibumu ikut pindah dari sini, meninggalkan teka teki yang jawabannya kalian bawa pergi. Dan sekarang kamu datang dengan …” Anna menggantungkan kalimatnya matanya hanya menatap Nisa dan tangannya menunjuk Nisa. “ ini, maksudku Wow sangat berbeda, cantik modern dan seperti tak pernah terjadi apapun. 

0 komentar:

Posting Komentar