“Gilang!” Gilang
yang dipanggil menoleh.
“Kamu tau siapa
dia?” Tanya lelaki yang memanggil Gilang
“Dia
Annisa.”
“kamu kenal
dia?”
“tentu saja,
sejak SMP. Dia baru datang kemarin”
“Oh ya? Darimana
kau tau”
“Karena aku yang
menjemputnya. Kenapa?” Gilang balik bertanya
“ Berarti dia
sebenarnya asli desa ini, dan dibesarkan didesa ini?” lelaki itu menjawab
pertanyaan Gilang dengan pertanyaan lagi.
“Iya, kenapa?
Dia sahabatku dan aku tidak suka kalau kau berusaha mendekati Nisa”
“Memang selama
ini dia kemana?”lelaki itu tak menghiraukan ucapan Gilang
“Hey Sob kau
terlalu banyak bertanya.” Nada suara Gilang kini terdengar agak kesal.
Lelaki itu
menyipitkan mata dan mengerutkan dahinya,matanya menatap Gilang. “ aku hanya bertanya
kemana dia selama ini menghilang?” lelaki itu mengulang pertanyaannya.
“Jakarta, Dia
pergi dua tahun lalu tepatnya sebulan sebelum kedatanganmu ke desa ini.“
Ada rasa
penasaran yang terus mengerayangi hatinya, yang membuatnya ingin tahu lebih
banyak tentang perempuan yang bernama Annisa
ini. Dia bertekad dia akan menginterogasi kekasih temannya itu saat situasi dan
kondisinya memungkinkan. Mata lelaki itu tidak lepas dari sosok Annisa, yang
begitu menonjol diantara kerumunan orang ada sesuatu yang menarik pada
perempuan itu yang menarik hatinya. “Jangan berpikir macam-macam aku tidak suka
itu.” Kini ada nada ancaman didalam suara Gilang. “Woww tenang sob, aku Cuma
nanya aja.” Lelaki itu mengacungkan kedua tangannya ke atas.
“Lagipula bukan
Cuma aku yang memperhatikan dia, kamu juga dari tadi memperhatikan Nisa.”
“Jangan katakan
sebenarnya dulu kamu mencintai dia bukan Icha.” Pertanyaan yang dilontarkan
lelaki itu ditelinga Gilang seperti sebuah pernyataan.
“Aku
menyayanginya sebagai sahabatku.” Tegas Gilang seolah meyakinkan dirinya
sendiri.
“Baiklah,
terserah. Yang jelas Annisa menarik perhatianku.” Ujar lelaki itu cuek dan
berlalu meninggalkan Gilang.
Objek yang jadi
pembicaraan dua orang itu sedang gelisah, matanya berputar mencari celah agar
bisa segera keluar dari kerumunan orang yang membuatnya tidak nyaman sama
sekali. Dan tanpa sengaja matanya
berhenti pada sosok seorang pria berperawakan tinggi dan berambut agak sedikit coklat. Mata Annisa sedikit
menyipit, dia melihat lelaki itu sedang berbicara dengan Gilang. Obrolan mereka
tampak serius, terlihat dari raut muka mereka yang sedikit serius. Ahhh
paling-paling mereka sedang memmbicarakan pekerjaan atau wanita pikir Annisa.
Acara syukuran
pertunangan ini terbilang cukup mewah untuk ukuran didesa ini, ada band
pengiring dan hiburan lainnya. Namun tetap ada saja yang kurang, pesta standing
party ini tidak cocok untuk
penduduk desa yang mayoritas masih menganut system tradisional. Hal ini bisa
dilihat dari banyaknya tamu undangan yang kebanyakan orang tua kebingungan mencari
tempat duduk dan akhirnya banyak yang makan sambil berjongkok. Sungguh
pemandanan yang menggelikan dimatanya. Mata Annisa beralih pada band pengiring
itu, mereka mulai memainkan lagu balada dari Broery Marantika(Alm), vokalis
band itu memperhatikan Annisa dan saat pandangan mereka bertemu pria itu
mengedipkan matanya dan Annisa pun balas mengedipkan mata, kemudian buru-buru
pergi dan mengalihkan perhatian ke jajaran buffet.
Annisa mengambil sebuah piring dan kemudian mengisinya dengan beberapa macam makanan
ringan.
“Annisa Putri
Handoyo!”
Ahhh hati Annisa
langsung menciut mendengar suara yang memanggil namanya, dia membalikan badan
dan menyunggingkan senyum palsu semanis-manisnya. “ Hallo, Ibu Ratna.”
“Wahhh beneran
Annisa ternyata ya, lama tak bertemu.” perempuan yang bernama Ratna itu
kemudian dengan sikap yang sok akrab mencium pipi Annisa.
“Iya bu, lama
sekali tak bertemu.”
“Berapa lama ya?
Dua tahun?”
“Tepatnya 2
tahun 2 bulan bu.” Annisa tersenyum,
“Ohh iya ya,
wahhh ternyata lama juga ya. Kamu masih diJakarta?”
“Masih,” jawab
Annisa singkat. Dan sangat betah asal
tempat itu bukan Desa ini aku betah dan
menyukainya
“kamu terlihat
makin cantik Nisa, dan luar biasa.” Mata perempuan itu melihat Annisa dari atas
sampai bawah.
“Terima kasih
bu,”
Annisa hanya
tersenyum, Ibu Ratna menyuapkan sepotong semangka kedalam mulutnya, dan seolah
takut Annisa kabur meninggalkannya dia buru-buru bertanya kembali pada Annisa.”
Dan Ibumu? Bagaimana kabarnya sekarang?”
“Alhamdulillah
beliau sehat bu.” Jawab Nisa tanpa menatap perempuan itu, tangan sibuk
mengambil makanan yang sudah hampir menumpuk dipiringnya, tanpa berniat
memakannya. Dia tak peduli yang dia pedulikan adalah pura-pura sibuk agar bisa
menghindari perempuan tua ini. Sepertinya Ibu Ratna tidak menyadari bahasa
tubuh Nisa yang sudah tidak merasa nyaman dengan kehadirannya, Ia terus saja
mengajukan pertanyaan.
“Apakah ibumu
masih diBandung?”
“Iya,” jawaban
Nisa pendek,
“Ibumu sudah
jarang pulang, kau tau setelah kejadian waktu itu…, ya sangat disayangkan
semuanya. Pasti ibumu sangat terpukul.”
Ingin rasanya
Nisa melempar piring itu,kemudian berlari pergi seperti waktu itu, meninggalkan
ruangan, orang-orang dan desa ini. Satu-satunya alasan dia bertahan disana
sekarang adalah karena ini pernikahan sahabat baiknya Anna, sahabatnya baik
yang selalu menemaninya dan setia mendampinginya bahkan pada masa-masa sulit
hidupnya dan juga Icha yang selama ini selalu memberinya semangat.
“Oh iya apa kamu
tau kalau rumahmu yang dibukit itu sudah…” sebelum Ibu Ratna menyelesaikan
pertanyaannya. Icha datang sebagai pahlawan bagi Nisa.” Nissa, aduhh kamu kmana
aja sih dicariin juga dari tadi, ayo waktunya foto bersama. Permisi Bu
Ratna.” Annisa meninggalkan piringnya
dengan setumpuk makanan diatasnya dan juga Ibu ratna yang hanya bisa melongo
menatap kepergian Annisa. “ Makasih, u’re my hero.” Kata Nisa pelan sambil
menggandeng lengan sahabat nya meninggalkan ruangan yang penuh sesak berjalan
menuju ruangan rias. Icha hanya tertawa. “ Aku hanya melihat bahwa cinderella
hendak diculik nenek sihir dan perlu diselamatkan. Atau mungkin Ibu Ratna yang
justru aku selamatkan karena aku khawatir kamu bakalan makan sate kambing itu
kemudian menusuk mata Ibu Ratna dengan tusukan sate itu.” Keduanya pun tertawa.
Diruang rias Anna sudah menunggu dia sedang memperbaiki tatanan rambutnya, ini
adalah waktunya sesi foto bersama keluarga san sahabat dekat. Ketiga sahabat
itu pun kemudian saling berpelukan, kerinduan diantara ketiganya tak
tergambarkan. Anna yang sedang merapikan tampilannya dicermin, Nisa dan Icha
memperhatikannya, Anna terlihat cantik dengan gaun berwarna ungu itu. “ Jadi
kenapa kau pergi dulu Nisa, dan bagaimana hidupmu disana selama ini?”
pertanyaan Anna membuat Nisa sedikit tersentak, namun dia kemudian bisa
mengendalikan diri.
“ Dan kamu baru
bertanya kenapa aku pergi dan baru kembali sekarang? Dan kehidupanku disana?”
Nisa balik bertanya, suasana hening sejenak. Nisa menarik nafas kesal punggungnya bersandar
ke dinding. “Bisakah kau tidak menyalahkan atas kepergianku dan karena aku
menjauh, dan dia orang tua yang yang suka ikut campur urusan orang lain. Hal
yang tidak sempat dia ungkit untuk memuaskan hasrat keingintahuannya adalah
masalah detail kehidupanku diJakarta.” Nada suaranya sedikit ketus masih merasa
kesal dengan pertanyaan-pertanyaan Ibu Ratna.
Anna yang dari
tadi masih melenggok – lenggok didepan cermin, mengeryitkan dahinya. “Memangnya
kehidupanmu dijakarta menarik untuk diceritakan?” Dia melirik jail kearah Nisa,
Icha hanya mesem – mesem melihat kelakuan Anna. Nisa hanya diam tatapannya
sedingin es, wajahnya cemberut, tapi hak itu malah membuat Anna dan Icha
tertawa. “ Sudahlah Nisa, ga usah kamu pikirin Bu Ratna, ini hanya sebuah desa
kecil lagipula apa yang bisa dilakukan oleh seorang Bu Ratna selain bergosip
tentang hal – hal bodoh yang ga penting.”
“Mengawasi
rumput tetangga.”
“Benar, dan kamu
yang memberikan mereka bahan untuk bergosip ria dengan tindakanmu beberapa
tahun lalu.”
“Bukan maksudku
untuk menarik perhatian dan menjadi bahan gossip murahan ga jelas seperti itu.”
“Walaupun begitu
tetap saja, secara tidak langsung kamu sudah melakukannya. Apalagi tak lama
setelah kejadian itu ibumu ikut pindah dari sini, meninggalkan teka teki yang jawabannya
kalian bawa pergi. Dan sekarang kamu datang dengan …” Anna menggantungkan
kalimatnya matanya hanya menatap Nisa dan tangannya menunjuk Nisa. “ ini,
maksudku Wow sangat berbeda, cantik modern dan seperti tak pernah terjadi
apapun.